Aku merasakan air mataku meleleh tak berhenti, tak peduli aku di tempat umum, tapi air mataku benar2 mengalir dan aku sesenggukan... membaca kisah perselingkuhan yang berending menyesakkan... akhir di mana sang peselingkuh harus menghadapi maut akibat tindakan bodohnya berselingkuh dengan suami orang lain, dan saat itu hanya suami yang dihianati; anak yang ditelantarkan dan semua keluarga serta orang terdekat yang mencintainya, menangis sesenggukan menunggu dia sadar dari "tidur"nya yang panjang... biarkan hati dan mata ini menyatu, rasakan betapa magnet cinta yang mengharu biru dan ketulusan hati itu masih ada, ketulusan seorang suami yang menyediakan diri untuk istrinya, memutihkan semua kebejatan istrinya, betapa keinginan sederhana itu ada, hanya sekedar ingin dipanggil MAS oleh istrinya, sebuah panggilan penghormatan di Jawa bagi seorang suami, dan betapa pengakuan dosa itu masih menjadi bagian hati sang istri peselingkuh... betapa Allah membuktikan kata-kata-Nya bahwa DIA akan memberikan kemudahan bagi hamba-Nya yang bertaqwa, dan yang mengakui diri bahwa dirinya salah, sangat menyesal dan ingin memperbaiki, karena hal itu adalah salah satu bentuk ketaqwaan...
Tangisku membuatku tersadar bahwa semua yang kubaca dari episode I sampai akhir kisah itu merupakan pembelajaran agar aku tetap mencintai suamiku begitu juga dirinya padaku, dengan segala kelebihan dan kekurangan kami berdua, tak ada yang berhak memisahkan ikatan suci penuh cinta kasih dan janji pada Allah, tak ada yang berhak, siapapun itu, kecuali kehendak Allah.
Tuntutan dan keinginan akan suatu kesempurnaan tak bisa menjadi alasan bahwa kita berhak untuk melakukan tindakan bejat, menghianati putihnya cinta, menghianati polosnya jiwa... dan menghianati Allah.
Perselingkuhan yang dianggap sebagai pelipur lara, pemberi cahaya dan pemuas hati bukanlah sebuah sinar, tetapi busuknya sampah dan air comberan... Tak ada sinar mentari pagi dalam kegelapan malam walau langit bertabur bintang, tak ada yang membuat pualam hitam pekat menjadi perhiasan walau terlihat berkilau, dan tak pernah ada kebahagiaan sejati dalam permainan hati... yang ada hanyalah teriakan hati nurani bahwa apa yang dilakukan adalah salah dan kesengsaraan hidup yang pelan tapi pasti akan dirasakan, PERCAYALAH.
Harapku, ending pengakuan dosa, penyesalan mendalam dan tetap bertahannya rumah tangga tidak dijadikan senjata baginya untuk bebas melenggang melakukan kebejatan yang bertingkat. Semoga ini menjadi pembelajaran dan strategi tak langsung bagi para peselingkuh di kehidupan nyatanya, bahwa apa yang mereka lakukan tidaklah pernah benar dan tak pernah baik, dari sisi manapun. Jika mereka masih ndablek, berarti dia menafikan adanya Allah, dan biarlah Allah yang mengurusnya... seperti kaum nabi Luth. Walloohu a'lam bishshowaab.
Semoga para pembaca, yang masih berumah tangga akan tetap mampu mempertahankan rumah tangganya walau badai menerpa, tidak tergoda dengan kilaunya jidat klimis dan merahnya gincu tetangga, semoga Allah selalu menuntun kita. Dan bagi yang belum berumah tangga, bekali hati dan pikiran dengan tuntunan Agama, tuntunan Allah dan Rasul-Nya agar selamat dunia akhirat, amin (ngembo rodo koyo bu nyai sitik, hehehe)
Tuntutan dan keinginan akan suatu kesempurnaan tak bisa menjadi alasan bahwa kita berhak untuk melakukan tindakan bejat, menghianati putihnya cinta, menghianati polosnya jiwa... dan menghianati Allah.
Perselingkuhan yang dianggap sebagai pelipur lara, pemberi cahaya dan pemuas hati bukanlah sebuah sinar, tetapi busuknya sampah dan air comberan... Tak ada sinar mentari pagi dalam kegelapan malam walau langit bertabur bintang, tak ada yang membuat pualam hitam pekat menjadi perhiasan walau terlihat berkilau, dan tak pernah ada kebahagiaan sejati dalam permainan hati... yang ada hanyalah teriakan hati nurani bahwa apa yang dilakukan adalah salah dan kesengsaraan hidup yang pelan tapi pasti akan dirasakan, PERCAYALAH.
Harapku, ending pengakuan dosa, penyesalan mendalam dan tetap bertahannya rumah tangga tidak dijadikan senjata baginya untuk bebas melenggang melakukan kebejatan yang bertingkat. Semoga ini menjadi pembelajaran dan strategi tak langsung bagi para peselingkuh di kehidupan nyatanya, bahwa apa yang mereka lakukan tidaklah pernah benar dan tak pernah baik, dari sisi manapun. Jika mereka masih ndablek, berarti dia menafikan adanya Allah, dan biarlah Allah yang mengurusnya... seperti kaum nabi Luth. Walloohu a'lam bishshowaab.
Semoga para pembaca, yang masih berumah tangga akan tetap mampu mempertahankan rumah tangganya walau badai menerpa, tidak tergoda dengan kilaunya jidat klimis dan merahnya gincu tetangga, semoga Allah selalu menuntun kita. Dan bagi yang belum berumah tangga, bekali hati dan pikiran dengan tuntunan Agama, tuntunan Allah dan Rasul-Nya agar selamat dunia akhirat, amin (ngembo rodo koyo bu nyai sitik, hehehe)